Bengawan Wetan dan* Bengawan Kulon
Indramayu* pada masa Daendles secara administrasi pemerintahan menjadi bagian Cirebon* yang* lebih dikenal dengan nama Bengawan Wetan dan* Bengawan Kulon. Daerah tersebut setingkat distrik yang* dikepalai oleh seorang tumenggung. (Lubis dkk, 2014: 108-109). Bengawan Wetan dan* Bengawan Kulon terdiri dari 15 desa yaitu Kadongdong, Nambo, Babakan, Panjalin, Banjaran, Panjinkerang, Gentong, aringen, Gala Samba, Oedjong Gabang, Oedjong Anom, Jattij Paoea, Tra Sana, Bongoedoea, dan* Radja Singa (Plakaatboek 1602-1811. Deel 1750-1754: 137). Pada masa pemerintahan Raffles Cirebon* adalah* salah satu keresidenan di Pulau Jawa yang* dibagi menjadi 13 divisi. Salah satu dari 13 divisi tersebut adalah* Indramayu* yang* masih dikenal dengan nama Bengawan (Nugraha, 2012: 44).
Menurut Besluit Komisaris Jenderal Hindia Belanda 5 Januari 1819 No.23 dan* Staatsblad tahun* 1819 No.9 yang* menetapkan Keresidenan Cirebon* terdiri dari lima kabupaten, yaitu: Kabupaten Cirebon*, Kabupaten Bengawan Wetan, Kabupaten Maja, Kabupaten Kuningan, dan* Kabupaten Galuh (Nugraha, 2012:18). Dengan demikian dalam Staatsblad 1819 No. 9 tidak ada nama Kabupaten Indramayu*. Sebagian wilayah Kabupaten Indramayu*, yaitu daerah sebelah timur Sungai Cimanuk* pada saat itu bernama Kabupaten Bengawan Wetan. Bupati Bengawan sekitar tahun* 1820-an adalah* Raden Adipati Karta Negara (Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie tahun* 1823).
Indramayu* bagian dari Keresidenan Krawang
Ketika Keresidenan Krawang dibentuk pada tanggal 2 Maret 1811, Kandan*ghaur dan* Indramayu* Barat yang* semula bagian dari Keresidenan Cirebon* jadi dimasukkan ke Keresidenan Krawang (Nugraha, 2012: 18). Masuknya sebagian wilayah Indramayu* ke Krawang ini dibuktikan juga dengan beberapa laporan Asisten Residen Indramayu* kepada Residen Krawang mengenai laporan keuangan, penyerahan hasil panen padi, jumlah kopi dari wilayah pedalaman yang* disimpan di gudan*g, hingga peristiwa perlawanan Bagus Rangin beserta kerugian yang* disebabkan oleh perlawanan tersebut, serta kejadiankejadian lain di Indramayu* pada tahun* 1812 (Inventaris Krawang No. 81, Arsip Nasional RI).
Kedudukan Indramayu* di Keresidenan Krawang adalah* sebagai afdeeling. Hal ini dibuktikan dengan adan*ya jabatan Asisten Residen Indramayu*. Asisten Residen Indramayu* ketika digabungkan dengan Keresidenan Krawang adalah* De Heer J.A Hoorn (Regeeringsalmanak voor Nederlandsch-Indie tahun* 1819).
Dengan demikian wilayah Indramayu* yang* digabungkan ke Keresidenan Krawang adalah* wilayah Kandan*ghaur dan* Indramayu* Barat, sedan*gkan wilayah Bengawan Wetan yang* berada di bawah kekuasaan Cirebon* adalah* wilayah Indramayu* (timur) sekitar Sungai Cimanuk*.
Pada masa pemerintahan Gubernur Jendral van der Capellen (1819-1830) administrasi pemerintahan di Indramayu* berubah lagi. Berdasarkan Staatsblad tahun* 1823 No. 42 wilayah Indramayu* dan* Kandan*ghaur yang* merupakan wilayah Keresidenan Krawang dikembalikan ke wilayah Keresidenan Cirebon*. Keputusan ini disahkan dalam Resolutie Gubernur Jenderal pada tanggal 23 September 1823 No. 37. Sekitar tiga tahun* kemudian setelah Indramayu* Barat dan* Kandan*ghaur dikembalikan ke Keresidenan Cirebon*, tepatnya tahun* 1826, Kabupaten Bengawan Wetan dihapuskan. (Lubis dkk, 20031: 353; Hardjasaputra dkk, 2011: 142; Nugraha, 2012: 18). Menurut Hardjasaputra bisa* jadi Kabupaten Bengawan Wetan setelah dihapuskan statusnya kembali menjadi distrik atau kewedan*aan. (2011: 142). Sejak saat itu Indramayu* tetap berada dalam wilayah adminitratif Keresidenan Cirebon*, perubahan terjadi hanya dalam luas wilayah Afdeeling Indramayu* itu sendiri.
Indramayu* sebagai Keranggaan
Pada masa pemerintahan Jenderal Graaf Johanes van den Bosch (1830- 1833) wilayah Cirebon* mengalami perubahan kembali secara administratif. Berdasarkan Algemeen Verslag pada tahun* 1832, Keresidenan Cirebon* terdiri dari Kabupaten Cirebon*, Majalengka, Indramayu*, Kuningan, dan* Galuh (Hardjasaputra dkk, 2011: 142). Menurut pendapat* lain wilayah Keresidenan Cirebon* terdiri dari empat kabupaten, yaitu Cirebon*, Majalengka, Kuningan, dan* Galuh, serta satu daerah yang* dipimpin oleh seorang rangga, yaitu Indramayu* (Nugraha, 2012: 18).
Pada tahun* 1830-an, dalam catatan Franz Willem Junghuhn seorang ilmuwan Belanda dan* pengusaha perkebunan, Kabupaten Indramayu* terdiri dari dua disrtik yaitu Indramayu* Timur dan* Sleman, dengan ibu kota Indramayu* (Hardjasaputra dkk, 2011: 142-143) Kemudian pada tahun* 1850-an dibentuk Distrik Karangampel, sehingga jumlah distrik di Kabupaten Indramayu* menjadi tiga (Nugraha, 2012: 45).
Catatan Junghuhn di atas agak berbeda dengan apa yang* ditulis oleh pemerintah. Dalam Bijlage van Missive van den van Resident Cheribon 3 November 1837, dinyatakan bahwa pada tahun* 1837 Cirebon* memiliki 5 afdeeling[10] yaitu: Cirebon*, Maja, Kuningan, Galuh, dan* Indramayu*. Selain itu, Cirebon* juga terdiri dari 4 kabupaten, yaitu: Cirebon*, Maja, Kuningan, dan* Galuh. Disebutkan pula bahwa Indramayu* dan* Kandan*ghaur merupakan tanah bebas (tanah partikelir) yang* merupakan bagian dari Afdeeling Indramayu*. Afdeeling Indramayu* sendiri membawahi 3 ditrik, yaitu: Indramayu* (timur), Sleman, dan* tanah bebas (Inventaris Cheribon No. 64/9, Jakarta: Arsip Nasional RI).
Jika Catatan Junghuhn tidak keliru maka dapat* dipastikan bahwa ia tidak memasukan tanah partikelir (Indramayu* Barat dan* Kandan*ghaur) dalam administrasi pemerintahan. Hal ini bisa* jadi disebabkan oleh pandan*gan bahwa tanah bebas tersebut tidak diatur secara langsung oleh negara tapi oleh pihak swasta, sehingga pengaturannya pun di luar tanggung jawab negara.
Kemudian berdasarkan Staatsblad Tahun* 1858 Nomor 5 Indramayu* berubah status dari daerah keranggaan menjadi regentschap atau setara kabupaten. Oleh karena itu perlu diangkat pegawai pemerintah pribumi lainnya untuk mengurus sebuah kabupaten. Personel pegawai serta besar upah yang* diterima diatur pula dalam Staatsblad ini dan* lebih rinci dalam Besluit 10 Januari 1858 No. 7. Dari catatan-catatan tersebut dapat* disimpulkan bahwa setelah Bengawan Wetan dihapus, wilayah itu disebut Indramayu* (timur) yang* dipimpin oleh seorang rangga. Oleh karena itu wilayah tersebut bukan merupakan sebuah kabupaten. Setelah tahun* 1858 barulah Indramayu* (timur) yang* dulu bernama Bengawan Wetan menjadi sebuah kabupaten yang* dipimpin oleh seorang bupati.
Catatan :
[10]Dokumen ini sudah menggunakan istilah afdeeling, sedan*gkan sistem afdeeling sendiri baru diterapkan pada tahun* 1862.
Posting Komentar
Posting Komentar